AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH.
Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada tetapi tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlus sunnah wal Jama‟ah adalah orang-orang Islam secara keseluruhan.Ada sebuah hadits yang mungkin perlu dikutipkan telebih dahulu, RasulullahSAW bersabda yang artinya: “Sesungguhnya bani Israil akan terpecah menjadi 70 golongan dan ummatku terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali satugolongan. Para Shohabat bertanya : Siapa yang satu golongan itu? Rasulullah SAW. menjawab : yaitu golongan dimana Aku dan Shahabatku berada.”.
Ahlus sunnah wal jama’ah adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada al qur`an dan al hadis dan beri`tikad apabila tidak ada dasar hukum pada alqur`an dan hadis, Inilah kemudian kita sampai pada pengertian Aswaja. Pertama kalau kita melihat ijtihadnya para ulama-ulama merasionalkan dan memecahkan masalah jika didalam alqur`an dan hadis tidak menerangkanya.
Definisi kedua adalah (melihat cara berpikir dari berbagai kelompok aliran yang bertentangan); orang-orang yang memiliki metode berpikir keagamaan yang mencakup aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar moderasi menjaga keseimbangan dan toleransi.
Ahlus sunnah wal Jama‟ah ini tidak mengecam Jabariyah, Qodariyah maupun Mu‟tazilah akan tetapi berada di tengah-tengah dengan mengembalikanpada ma anna alaihi wa ashabihi. Nah itulah latar belakang sosial dan latarbelakang politik munculnya paham Aswaja. Jadi tidak muncul tiba-tiba tetapikarena ada sebab, ada ekstrim mu’tazilah yang serba akal, ada ekstrim jabariyah yang serba taqdir, aswaja ini di tengah-tengah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Aswaja sebagai sebuah paham keagamaan (ajaran) maupun sebagai aliran pemikiran (manhajul fiqr) kemunculannya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dinamika sosial politik pada waktu itu, lebih khusus sejak peristiwa Tahqim yang melibatkan Sahabat Ali dan sahabat Muawiyyah sekitar akhir tahun 40 H.Ahlu sunnah wal jamaah pemikiranya menggunakan pemikiran al asyari dan hukum fiqihnya menggunakan imam madzhab sehingga golongan aswaja inilah golongan yang sifatnya luas. Dari uraian diatas maka penulis tertarik mengangkat tema ASWAJA (Ahlus sunnah wal jama’ah).
A. AHLUSUNNAH SALAF.
1. Sejarah Perkembangan Ahlusunnah Salaf.
Arti salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan dalam istilah syariah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama yang memahami, mengimami, memperjuangkan serta mengajarkan Islam yang diambil langsung dari shahabat Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari para shahabat) dan para tabi’it tabi’in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari tabi’in). istilah yang lebih lengkap bagi mereka ini ialah as-salafus shalih. Selanjutnya pemahaman as-salafus shalih terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits dinamakan as-salafiyah. Sedangkan orang Islam yang ikut pemahaman ini dinamakan salafi. Demikian pula dakwah kepada pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah.
Definisi salaf menurut Thablawi Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, Tabi’in, para pemuka abad ketiga dan para pengikutnya pada abad ke 4 H yang terdiri atas para muhadisain dan yang lainnya. Salaf berarti pula ulama-ulama shalih yang hidup pada tiga abad pertama islam. Sedangkan Mahmud Al-Bisyi Bisyi dalam Al-Firoq Al-Islamiyah mendefinisikan salaf sebagai sahabat, tabi’in, dan tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya menampik penafsiran yang mendalam mengenai sifat Allah yang menyerupai saegala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan menggunakannya.
2. Tokoh-tokoh aliran Ahlusunnah Salaf.
a). Ibn Taymiyyah
Pemikir pertama Aliran Salaf adalah Ibn Taymiyyah. Nama lengkapnya adalah Ahmad Taqiyy al-Din Ibn Taymiyyah al-Harrani al-Dimasyqi, lahir di Harran, Syiria tahun 661 H(1263 M), wafat pada 782 H (1328 M). Ayahnya adalah seorang guru Hadis dan pamannya seorang ulama dan penulis yang termasyhur di zamannya. Pada usia tujuh tahun, Harran diserang oleh Mongol, ia dan orang tuanya mengungsi ke Damaskus. Disinilah Ibn Taymiyyah mengawali penggambaran intelektualnya, ia belajar pada beberapa madrasah yang diselenggarakan oleh penganut mazhab Hanbali, seperti madrasah Sakariyah, madrasah Jauziyah dan madrasah Umayyah.
Ketekunan belajar dan ketajaman otaknya dalam berpikir mengantarkan Ibn Taymiyyah sebagai seorang ulama, beliau sangat berani dan tidak takut apa yang yang dipandangnya benar. Lidah dan penanya sangat tajam dalam menyerang berbagai agama baik dalam bidang teologi, filsafat, tasawuf, dan fiqh yang dianggapnya bid’ah dan tidak berdasar pada nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang shahih. Ibn Taymiyyah sebagai pengajar tradisi Hambali menekankan kajian literasi terhadap nash-nash agama. Ibn Taymiyyah berseru untuk kembali kepada akidah dan ibadah salaf
b). Imam Ahmad bin Hanbal
Nama beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad tahun 164 H. Ayah beliau meninggal saat beliau berumur 3 tahun. Lalu beliau diasuh oleh Ibunya. Saat masih belia, beliau menghadiri majelis qadhi Abu Yusuf. Kemudian beliau fokus belajar hadits. Saat itu umur beliau sekitar 16 tahun. Kemudian beliau haji beberapa kali, kemudian tinggal di Makah dua kali. Kemudian beliau safar menemui Abdurrozaq di Yaman dan belajar darinya. Beliau telah berkelana ke negeri-negeri dan penjuru dunia. Beliau mendengar hadits dari ulama-ulama besar saat itu. Mereka (para ulama) bangga dan memuliakan beliau. Ibnu Jauzi berkata, “Ahmad (bin Hanbal) semoga Allah meridhoinya menuntut ilmu dari para masyayikh di Baghdad. Lalu beliau pergi ke Kufah, Bashroh, Makah, Madinah, Yaman, Syam dan Jazirah. Beliau menulis dari para ulama setiap negeri”
Imam Ahmad memiliki ilmu yang sangat luas. Berikut ini beberapa perkataan ulama tentangnya. Ibrahim al Harbiy rahimahullah berkata, “Saya melihat Ahmad bin Hanbal seolah-olah Allah mengumpulkan pada dirinya ilmu orang yang terdahulu dan yang terakhir pada setiap bidang ilmu. Dia berkata sesuai yang dikehendakinya dan menahan yang dikehendakinya.”.
3. Ajaran Pokok Aliran Ahlusunnah Salaf.
Aliran Salafiyah mempunyai tiga ciri utama dalam ajaran pokoknya yaitu
Pertama, mendahulukan syara’ dari akal. Yang terkandung di dalam Al-Quran dan Hadis yang shahih adalah kebenaran. Seorang Muslim tidak boleh menyampingkan kandungan Al-Quran dan Hadis walaupun bertentangan dengan akal dan ketentuan syara’ harus didahulukan dari pendapat akal.
Kedua, meninggalkan takwil kalami. Dalam Aliran Salafiyah ayat-ayat Al-Quran sudah sangat jelas tidak perlu diputar lagi maknanya kepada yang lain. Beberapa ayat Al-Quran memberikan gambaran Allah mempunyai tangan, wajah dan kursi. Aliran Salaf menolak penakwilan kalam seperti itu karena mencederai Al-Quran itu sendiri.
Ketiga, berpegang teguh pada nash Quran dan Hadis Nabi. Karena akal manusia tidak mempunyai wewenang untuk menakwilkan nash agama dan tugas akal mencari argumentasi serta membenarkan informasi yang dibawa oleh nash agama. Akal harus tunduk dibawah nash, karena nash adalah firman Allah.
B. AHLUSUNNAH KHALAF.
1. Sejarah Perkembangan Aliran Ahlusunnah Khalaf.
Khalaf artinya Masa yang datang sesudah. Khalaf menurut istilah diartikan sebagai jalan para ulama’ modern. Walaupun tidak dapat dikatakan bahwa semua ulama’ modern mengikuti jalan ini. Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering juga disebut sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok syi’ah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagaimana juga Asy’ariyah masuk dalam barisan sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah.
Ulama Khalaf menggunakan pendekatan akal dan logika. Ulama khalaf memperkenalkan konsep ta’wil dalam ayat mutasyabihat. Kholaf (ulama zaman akhir) berdasarkan perhitungsn tahun masa akhir hidup dari Imam madzhab 4 yang terakhir ( Imam Ahmad bin Hanbal) yang wafat pada tahun 241H atau 855M maka masa ulama salaf berakhir sekitar tahun 241H-855M dan selebihnya termasuk ulama khalaf.
Adapun pendapat yang lain mengatakan bahwasannya masa perubahan atau batas antara abad ulama salaf dan khalaf dibatasi dengan masa atau kurun tertentu sebagaimana beberapa pendapat yang berbeda-beda dibawah ini:
1. Ulama salaf ialah ulama yang hidup sebelum tahun 300 H dan ulama khalaf ialah ulama yang hidup setelah tahun 300 H.
2. Ulama salaf ialah ulama yang hidup sebelum tahun 00 H dan ulama khalaf ialah ulama yang hidup setelah tahun 400 H.
3. Ulama salaf ialah ulama yang hidup sebelum tahun 500 H dan ulama khalaf ialah ulama yang hidup setelah tahun 500 H.
2. Pemikir Aliran Ahlusunnah Khalaf.
a). Al-Asy’ari.
Namanya Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Abu Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa al-asy’ari bin Qais bin Hadhar. adalah salah seorang keturunan dari sahabat Raulullah shalallahu ‘alaihi wasalam,Abu Musa Al-Asy’ari. Beliau lahir di Bashrah pada tahun 260H/873M dan wafat di Bagdad. pada tahun 324H/935M. Sebagian besar hidupnya berada di Bagdad.
keturunan Abu Musa al-Asy’ari seorang sahabat dan perantara dalam sengketa Ali dan Muawiyah dalam peristiwa tafkhim. Pada usia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad. Ayahnya adalah seorang yang berfaham ahlussunnah dan ahli hadist. Ayahnya wafat ketika ia masih kecil. Sebelum wafat ayahnya berwasiat kepada seorang sahabatnya yang bernama Zakaria bin Yahya as-Saji agar mendidik al-Asy’ari. Ibu Asy’ari sepeninggal ayahnya menikah lagi dengan tokoh Mu’tazilah yang bernama al-Juba’i. Berkat didikan ayah tirinya, Asy’ari kemudian menjadi tokoh Mu’tazilah. Ia sering menggantikan al-Juba’i dalam perdebatan menentang lawan-lawan Mu’tazilah dan ia juga banyak menulis buku yang membela aliran Mu’tazilah. Tetapi, karena sebab yang tidak begitu jelas Asy’ari akhirnya meninggalkan aliran mu’tazilah.
Beliau keluar dari madzhab Muktazilah dan mengumumkan taubatnya pada hari Jum'at di masjid Jami di daerah Basrah.Di depan banyak orang beliau menyatakan bahwa; saya mula-mula mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk; Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak dapat dilihat dengan mata kepala; perbuatan buruk adalah manusia sendiri yang memperbuatnya (semua pendapat aliran Muktazilah).
Kemudian beliau mengatakan: "saya tidak lagi memegangi pendapat-pendapat tersebut; saya harus menolak paham-paham orang Muktazilah dan menunjukkan keburukan-keburukan dan kelemahan-kelemahanya". Setelah keluar dari madzhab Muktazilah Abu al-Hasan al-Asy’ari mendekati kepada para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah dan Ahli Hadits, namun belum berpemahaman Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Beliau lebih terpengaruh dengan kelompok Kullabiyah yaitu kelompok pengikut Abdullah bin Sa’id bin Kullab al-Bashri yang saat itu juga tergolong gencar dalam membantah kelompok Muktazilah. Beliau membantah kelompok Muktazilah diatas faham Kullabiyah, semua keburukan Muktazilah beliau bongkar. Karena Abu al-Hasan al-Asy'ari pernah mengikuti jalan Muktazilah dan beliau tahu betul kesesatan-kesesatan nya.
Pemikiran Al-Asy’ari dapat diketahui lewat karyanya seperti Maqalat al-Islamiyyin Wa Ikhtilaf al-Mushallin, Kitab al-Luma’ fi al-Radd ‘ala Ahl al-Ziyagh wa al-Bida’ dan Al-Ibanah ‘an al-Ushul al-Diyanah. Lewat buku-buku tersebut dilanjutkan oleh murid-muridnya seperti al-Baqillani dan al-Juwaini, tesis-tesis baru yang dikembangkan oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari berkembang menjadi alian baru yang dikenal dengan nama Asy’ariyah. Dalam kupasan tentang pandangan orang-orang sesat serta ahli bid’ah yang dimaksudkan oleh Asy’ari adalah kaum Mu’tazilah dan Qadariyah.
Dalil Al-Qur’an Yang Menjadi Landasan Masing-masing
Dalil al-Qur’an yang menjadi landasan aliran Asy’ariyah
"Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu"
وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمٗا
"Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"
b). Al-Maturidi
Namanya abu Mansur al-Maturidi dilahirkan di Maturid, Kota kecil di daerah Samarand, wilayah Transoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M. gurunya dalam bidang fiqh dan teologi bernama Nasyr bin Yahya al-Balakhi. Al-Maturidi hidup masa khalifah al-Mutawakkil yang memerintah tahun 232H/847-861M.
Al-Maturidi mengikuti Madzhab Hanafi dan dalam teologi Islam menganut pula aliran Fuqoha dan Muhadisin. Perbandingan antara Abu Hanifah dan al-Maturidi dapat diperoleh informasi bahwa ternyata pemikiran al-Maturidi sebenarnya berintikan pemikiran Abu Hanifah dan merupakan penguraiannya yang lebih luas. Hubungan antara kedua tokoh tersebut dikuatkan oleh pengakuan al-Maturidi sendiri bahwa ia mempelajari buku-buku Abu Hanifah.
Pemikiran teologi al-Maturidi mendasar pada Al-Qur’an dan akal. Dalam hal ini, ia sama dengan al-asy’ari namun porsi yang diberikannya kepada akal lebih besar daripada yang diberikan oleh al-Asy’ari. Ini dikarenakan sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaannya, al-Maturidi banyak juga memakai akal dalam system teologisnya.
Dalil al-Quran yang menjadi landasan al-Maturidiah
وُجُوهٞ يَوۡمَئِذٖ نَّاضِرَةٌ ٢٢ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٞ ٢٣
"Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri , Kepada Tuhannyalah mereka melihat"
Wallahu a'lam bisshawab.
Klaten, 06 Desember 2020, 17:12 WIB
Komentar
Posting Komentar