“PEMIKIRAN KALAM MUHAMMAD ABDUH DAN MUHAMMAD IQBAL”
ilmu kalam adalah salah satu ilmu yang wajib kita pelajari sebagai pribadi muslim yang beriman. Pada dasarnya, ilmu kalam ini merupakan ilmu yang menjelaskan akan Tuhan yang kita sembah. Tidak hanya membahas mengenai ketuhanan saja, melainkan membahas seluruh ilmu yang terdapat dalam aspek kehidupan ini. Salah satu pelajaran yang khusus dalam adalah mempelajari masalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya, hal ini yang dapat memperkuat dan mempertahankan keyakinan kita terhadap Allah subhanahu wa ta’ala.
Metode pemikiran ilmu kalam yang dipakai oleh Muhammaad Abduh dan Muhammad Iqbal yaitu tentang pendapat yang membahas ilmu ketuhanan karena hal ini mendasarkan pada ilmu kalam modern.
Pemikiran-pemikiran ilmu kalam tentang ketuhanan memerlukan perngorbanan dalam mencapai ilmunya dan juga ketika kedua tokoh tersebut disaat menyebarluaskan pemikiran-pemikiran mengenai ketuhanan dalam dunia Islam. Ilmu tentang ketuhanan ini wajib dimiliki oleh setiap umat muslim karena ilmu ini berkaitan dengan ilmu ketauhidan terhadap Allah subhanahu wa ta’ala. Ilmu tersebut yang memberikan pengetahuan akan sifat dan dzat ketuhanandan hal ini harus diketahui oleh setiap muslim yang beriman.
Salah satu ciri pemikiran teologi modern yang terdapat dalam pendidikan agama Islam adalah pemikiran rasional. Banyak tokoh agama Islam yang mencoba melakukan pemikiran tersebut di antaranya adalah Muhammad Abduh dan Muhammad Iqbal. Beliau adalah seorang tokoh salaf yang menghargai kekuatan akal dan tetap memegang pedoman agama, meskipun ia tidak menghambakan diri pada pedoman agama tersebut.
Muhammad Abduh adalah seorang pemikir pembaharu Islam yang sangat berpengaruh di dalam sejarah pemikiran Islam. Pemikirannya membawa dampak yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan pemikiran masyarakat meliputi aspek penafsiran Alquran, pendidikan, sosial masyarakat, politik, peradaban dan sebagainya. Pemikiran Muhammad Abduh begitu mendalam pengaruhnya bagi kehidupan umat Islam. Kelahiran gerakan pembaharuan, seperti Muhammadiyah, Al-Irsyad dan Persaturan Islam tidak bisa dilepaskan dari pengaruh pemikiran Muhammad Abduh. Bahkan pemikirannya tentang modernisme begitu dikenal dan banyak menjadi rujukan bagi para tokoh Barat.
Begitu juga dengan Muhammad Iqbal. Muhammad Iqbal merupakan seorang filosofi pemikir Islam. Muhammad Iqbal banyak melakukan kontribusi pemikirannya terhadap Islam di bidang filsafat. Di dalam bidang pembaharuan hukum Islam, politik, dan pendidikan khususnya pada bidang pendidikan Islam. Karya-karya Muhammad Iqbal banyak dipublikasikan dan digunakan dalam dunia pendidikan Islam salah satunya karya yang terkenal dari Muhammad Iqbal adalah Asrar I Khudi (prinsip kepribadian).
A. Pemikiran Kalam Muhammad Abduh
Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, terdapat berbagai aliran pemikiran kalam. Diawali oleh pertentangan politik antara: Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bin Abi Sofyan yang berujung pada peristiwa tahkim mencuatlah pertentangan-pertentangan teologis dikalangan umat Islam. Sebagai akibat adanya sejarah Islam, yaitu khawarij. Dalam pandangan Khawarij, penyelesaian sengketa antara Ali bin Abi Thalib dengan Mua’wiyah yang berakhir dengan tahkim tersebut bukanlah penyelesaian yang sesuai dengan tuntunan Allah dalam Alquran.
Islam adalah agama yang terdiri dari beberapa aspek yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, yaitu Aqidah (Teologi), Syariah (Hukum Islam) ,dan Akhlak (tasawuf). Namun, dalam hal ini penulis memilih fokus pembahasan pada pemikiran dalam bidang akidah (teologi) dan hukum karena kedua ini sangat menentukan kehidupan seseorang dalam bertindak.
1. Bidang Akidah
Menurut Muhammad Imarah dalam bukunya “ al-A’mal al-Kamilah li al-Imam Muhammad Abduh,” dikatakan bahwa ide-ide pembaruan teologis yang disebarkan oleh Syekh Muhammad Abduh didasari oleh tiga hal, kebebasan manusia dalam memilih perbuatan, kepercayaan yang kuat terhadap sunnah Allah, dan fungsi akal yang sangat dominan dalam menggunakan kebebasan.
2. Masalah Akal dan Wahyu
Menurut pendapat Muhammad Abduh bahwa jalan yang dipakai untuk mengetahui Tuhan bukanlah wahyu semata-mata, melainkan akal. Akal dengan kekuatan yang ada dalam dirinya, berusaha memperoleh pengetahuan tentang Tuhan dan Wahyu, turun untuk memperkuat pengetahuan aka itu dan untuk menyampaikan kepada manusia apa yang tak dapat diketahui akalnya.
Akal adalah “daya pikir yang bila digunakan dapat mengantar seseorang untuk mengerti dan memahami persoalan yang dipikirkannya.” Bukan dalam arti akal yang ditunjuk oleh firman Allah yang merekam ucapan orang-orang yang durhaka kelak.
Oleh karena itu, menurut Muhammad Abduh, akal dapat mengetahui beberapa hal sebagai berikut: Tuhan dan sifat-sifatnya, keberadaan hidup di akhirat, kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada upaya mengenal Tuhan dan bebuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat, kewajiban manusia mengenal tuhan, kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagian diakhirat.
3. Kebebasan manusia
Kepercayaan pada kekuatan akal, membawa Muhammad Abduh selanjutnya kepada paham yang mengatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam kemauan dan perbuatan. Dalam teologi dan falsafah terdapat dua konsep mengenai hal tersebut. Pertama, pendapat mengatakan bahwa semua perbuatan manusia telah ditentukan semenjak zaman sebelum ia lahir. Dan paham ini dalam teologi islam disebut jabariyah. Dalam teologi barat pendapat ini disebut fatalisme atau presdestination.kedua, bahwa manusia mempunyai kebebasan sungguh pun terbatas sesuai dengan keterbatasan manusia dalam kemauan dan perbuatan. Paham ini dalam islam disebut qadariyah dan dalam teologi barat disebut free will and free act.
4. Bidang Hukum
Dalam bidang hukum, ada tiga prinsip utama pemikiran Abduh, yaitu Alquran sebagai sumber syariat, memerangi taklid, dan berpegang kuat pada akal dalam memahami ayat-ayat Alquran. Menurutnya, syariat itu ada dua macam yaitu qat’i (pasti) dan zhanni (tidak pasti). Hukum syariat pertama wajib bagi setiap muslim mengetahui dan mengamalkan tanpa interpretasi, karena dia jelas tersebut dalam Alquran dan Al-Hadist. Sedangkan hukum syariat jenis kedua datang dengan penetapan yang tidak pasti.
Jenis hukum yang tidak pasti inilah yang menurut Abduh menjadi lapangan ijtihad para mujtahid. Dengan demikian, berbeda pendapat adalah sebuah kewajaran dan merupakan tabiat manusia. Keseragaman berpikir dalam semua hal adalah sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan.
Ada dua hal yang mendorong Muhammad Abduh untuk menyerukan ijtihad, yaitu tabiat hidup dan tuntunan (kebutuhan) manusia. Kehidupan manusia ini berjalan terus dan selalu berkembang, dan didalamnya terdapat kejadian dan peristiwa tidak dikenal oleh manusia sebelumnya. Ijtihad adalah jalan yang ideal dan praktis bisa dijalankan untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa hidup yang selalu timbul itu dengan ajaran-ajaran islam kalau ajaran islam tersebut harus berhenti pada penyelidikan ulama terdahulu, maka kehidupan manusia dalam masyarakat islam akan menyulitkan mereka, baik dalam kehidupan beragama maupun dalam kehidupan masyarakat.
B. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal
Beberapa pemikiran kalam Muhammad Iqbal antara lain:
1. Kebebasan Manusia
Eksistensialisme Muhammad Iqbal adalah eksistensialisme yang bercorak teistik karena didasari oleh doktrin teologis, khalifah. Karakteristik eksistensialisme ini amat terlihat dalam gagasan filsafat “khudi”-nya. Khudi/diri dalam pandangan Iqbal bersifat unik, bebas dan kreatif. Adapun kebebasan baginya merupakan sarana untuk mencapai eksistensi diri yang puncaknya adalah manusia sebagai niyabati ilahi (representative of God/wakil Tuhan) di bumi ini dan ini merupakan anugerah dari Tuhan. Kebebasan orang lain bagi Iqbal adalah sarana untuk mencapai kebebasan yang sejati. Kebebasan eksistensial menurutnya adalah kebebasan menyeluruh yang menyangkut seluruh kepribadian manusia. Kebebasanlah yang mengarahkan manusia untuk terus mempertahankan, memperbaharui, dan meningkatkan kualitas kediriannya.
2. Esensi Manusia
Menurut Iqbal, setiap wujud mempunyai individualitas atau diri dan ketinggian derajatnya tergantung pada tingkat perkembangan individualitasnya. Manusia mempunyai kemampuan untuk berkembang dan mencapai tingkat kedirian yang tinggi. Pemahaman terhadap realitas harus berangkat dari pemahaman eksistensial tentang diri sendiri (D Lee, 2000:71).
Mengembangkan diri untuk mencapai tingkat kedirian yang lebih tinggi dan sempurna berarti bergerak mendekati Tuhan. Tuhanlah satu-satunya Diri yang paling Tinggi dan Sempurna. Dengan intuisi, diri memahami dirinya sendiri melalui pemahaman tentang Tuhan, “Ego Mutlak,” dan dengan memahami Tuhan, diri mengakses dunia yang diciptakan oleh Tuhan yaitu alam (Iqbal, 1951:169). Dengan ajaran khudinya, ia mengemukakan pandangan yang dinamis tentang kehidupan dunia.
3. Dosa
Muhammad Iqbal dengan tegas menyatakan dengan seluruh kuliahnya bahwa Alquran menampakan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam kehidupan ini, ia mengembangkan cerita tentang kejatuhan adam (karena memakan buah terlarang) sebagai kisah yang berisi ajaran tentang kebangkitan manusia yang bersifat primitif yang dikuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan kecendrungan untuk membangkang dan timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memilih. Allah telah menyerahkan tanggung jawab yang penuh resiko ini, menunjukkan kepercayaan-Nya yang besar kepada manusia. Maka kewajiban manusia adalah membenarkan adanya kepercayaan ini. Namun, pengakuan terhadap kemandirian (manusia) itu melibatkan pengakuan terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul dari keterbatasan kemandirian itu.
4. Surga dan Neraka
Surga dan neraka menurut Muhammad Iqbal adalah keadaan, bukan tempat. Gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Alquran adalah penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka, menurut rumusan Alquran adalah “ api Allah yang menyala-nyala dan yang membumbung ke atas hati”, pernyataan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam Islam. Neraka, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran, bukanlah kawah tempat penyiksaan abadi yang disediakan Tuhan. Ia adalah pengalaman kolektif yang dapat memperkeras ego sekali lagi agar lebih sensitif terhadap tiupan angin sejuk dari kemahamurahan Allah. Begitu juga dengan surga, surga bukanlah tempat berlibur. Kehidupan itu hanya satu dan berkesinambungan.
5. Wahyu dan Akal
Menurut Muhammad Iqbal, umat Islam hendaknya kembali memposisikan akal sebagaimana mestinya, sesuai dengan ketentuan yang telah dijelaskan dalam Alquran dan as-Sunnah. Pendayagunaan akal merupakan manifestasi dari keimanan, karena dengan pendayagunaan tersebut manusia akan tersingkir dari keterbelakangan, kemunduran, bahkan manusia akan menjadi maju dan menguasai alam ini. Keimanan seseorang kurang sempurna apabila akalnya tidak digunakan untuk membaca dan membedah fenomena realitas alam.
Klaten, 12 Desember 2020, 22:16 WIB
Komentar
Posting Komentar