Apa itu Aliran Jabariyah dan Qadariyah?
Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, Ilmu Agama memiliki perkembangan di berbagai bidang. Dengan banyaknya problematika mengenai kalam Allah dan perdebatan mengenai dalil-dalil pada kehidupan sehari-hari, sangat penting bagi kita terutama kaum muslimin untuk mempelajari Ilmu Kalam. Dalam agama Islam, Ilmu Kalam sendiri mendapatkan perhatian yang besar, pro kontra selalu hadir di dalamnya. Agar kita dapat mengetahui lebih mendalam mengenai ilmu yang sering dibicarakan oleh para ulama ini, kita harus mengetahui sejarah peradaban dan perkembangan terlebih dahulu mengenai ilmu ini.
1. SEJARAH ALIRAN JABARIYAH
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang berarti memaksa dan menuntut al- Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba dan menyandarkan semua perbuatan tersebut kepada Allah Swt. Terkait dengan qada’ dan qadar, mula-mula muncul permasalahan tentang kebebasan dan keterpaksaan manusia (al-Jabr wa al-ikhtiyar). Pemikiran seputar ini melahirkan dua kutub pemikiran ekstrim yang berbeda, yaitu Jabariyah dan Qadariyah. Aliran Jabariyah ini mempunyai paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan atau kebebasan dalam menentukan perbuatannya. Akan tetapi mereka melakukan perbuatan itu karena terpaksa (majburah).
Adapun orang yang pertama kali mencetuskan aliran ini adalah al-Ja’ad ibn Dirham d di Basrah. Pandangan Ja’ad kemudian disebarluaskan kepada para pengikutnya seperti Jahm bin Safwan yang kemudian kepadanya dinisbatkan aliran Jahmiyah.
Jahm juga mengembangkan pemikiran-pemikiran lain seperti mengemukakan pendapat bahwa surga dan neraka bersifat fana, iman adalah ma’rifah, kekufuran adalah jahil, kalam Allah bersifat qadim, Allah bukanlah sesuatu dan tidak bisa dilihat pada hari kiamat.
2. DOKTRIN ALIRAN JABARIYAH
Aliran Jabariyah terbagi kedalam dua sekte aliran dalam memandang perbuatan manusia. Kedua aliran ini memiliki pandangan masing-masing mengenai perbuatan manusia. Keduaaliran tersebut ialah:
a) Aliran Jabariyah Ekstrim (Jabariyah al-Khalish)
Aliran ini dipimpin oleh Jahm Ibn Safwan. Aliran ini berpendapat, bahwa segala perbuatan manusia bukanlah merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi kemauan yang dipaksakan atas dirinya karena tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan sendiri. Dapat dipahami bahwa aliran ini menganggap semua yang dilakukan oleh manusia adalah berdasarkan kehendak tuhan, baik itu berupa jahat seperti mencuri, mabuk- mabukan, dan lain-lain.
b) Aliran Jabariyah Moderat (Jabariyah al-Mutawasitah)
Aliran ini dibawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al-Najjar yang berpendapat bahwa tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Paham ini kemudian dinamakan kasb atau acquistion. Menurut paham kasb manusia tidaklah seperti wayang yang hanya bisa digerakan oleh dalang, dan bukan merupakan pencipta perbuatan, tetapi manusia memiliki bagian dalam perwujudan perbuatannya. Menurut aliran ini, manusia tidak semata-mata dipaksa dalam mewujudkan perbuatannya, melainkan manusia dengan tuhan bekerja bersama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia.
Adapun salah satu dalil yang menjadikan aliran Jabariyah sebagai landasannya terdapat pada surah Al Anfal ayat 17, sebagai berikut :
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ رَمَىٰ ۚ
Artinya: "..dan bukan kamu melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar". (QS. Al-Anfal ayat 17)
TOKOH-TOKOH ALIRAN JABARIYAH
Berikut adalah tokoh-tokoh penganut dan perintis pemahaman Jabariyah:
- Al-Ja’ad ibn Dirham (Damaskus)
- Abu Mahrus jahm bin Shofwan (Khurasan)
- Al-Husain Ibn Muhammad al-Najjar
- Dhirar bin Amr
SEJARAH ALIRAN QADARIYAH
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan. Qadariyah adalah sebuah ideologi di dalam akidah Islam yang muncul pada pertengahan abad pertama Hijriyah di Basrah, Irak. Kelompok ini memiliki keyakinan mengingkari takdir, yaitu bahwasanya perbuatan makhluk berada diluar kehendak Allah dan juga bukan ciptaan Allah.
Qadariyah dimotori oleh Ma’bad bin Juhani al-Bisyri Ideologi Qadariyah murni adalah mengingkari takdir. Yakni tidak ada takdir, semua perkara yang ada merupakan sesuatu yang baru (terjadi seketika) diluar takdir dan ilmu Allah. Allah baru mengetahuinya setelah perkara itu terjadi. Namun paham Qadariyah yang murni dapat dikatakan telah punah, akan tetapi masih bisa dijumpai derivasinya pada masa sekarang, yaitu mereka tetap meyakini bahwa perbuatan makhluk itu adalah kemampuan dan ciptaan makhluk itu sendiri, meskipun kini telah menetapkan bahwa Allah sudah mengetahui segala perbuatan hamba tersebut sebelum terjadinya hal tersebut.Adapun al-Qadariyah pada hari ini, mereka semua sepakat bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu perbuatan hamba sebelum terjadi, namun mereka menyelisihi ash-Shalafus Shahih.
DOKTRIN ALIRAN QADARIYAH
Al-Qadariyah menetapkan dua takdir, yaitu Allah dan manusia. Dalam pandangan mereka dua takdir itu tidak beda satu sama lain. Maka boleh terlaksana keduanya. Karena itulah mereka diserupakan dengan Majusi, karena menisbatkan takdir pada dua tuhan mereka, yaitu Yazdan dan Ahrumus. Al-Qadariyah beranggapan, takdir Tuhan itu diperkecualikan oleh takdir manusia. Sebagian ulama yang lain mengatakan, kata al-Qadariyah sebenarnya sifat mereka yang meyakini kuasa manusia untuk menentukkan perbuatannya.
Al-Qadariyah yang muncul di abad pertama Hijriyah dikenal dengan sebutan al- Qadariyah Al-Ula. Mereka mengingkari ilmu Allah mendahului segala sesuatu. Diriwayatkan dari Ma’bad al-Jahni berkata, “Tidak ada takdir dan perintah yang mendahului sesuatu.” Dalam arti kata, manusialah yang berkuasa untuk menetapkan perbuatan dirinya, lalu menjadikannya ada dengan kuasanya. Ini berarti, Allah sama sekali tidak punya kuasa atas perbuatan ini. Tidak ada campur tangan kehendak dan kuasa Allah pada keberadaannya. Dan Allah tidak mengetahuinya, kecuali setelah perbuatan itu terjadi.
Adapun salah satu dalil yang menjadikan aliran Qadariyah sebagai landasannya terdapat pada surah An-Nisa' ayat 79, sebagai berikut :
مَّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًا
Artinya: Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS. An-Nisa ayat 79).
TOKOH-TOKOH ALIRAN QADARIYAH
Aliran Qadariyah ini berkembang di masa kepemimpinan Abdul Malik bin Marwan dan dipelopori oleh:
- Ma’bad al-Juhani (Irak)
- Ghailan ad-Dimasyiqi (Syam)
- Ja’ad bin Dirham
Dapat diketahui, bahwasanya mengenaii dua aliran yang terbentuk karena adanya perbedaan paham. Kedua-duanya memiliki landasan dalil dan argumen yang sama-sama kuat. Dan harus kita ketahui bahwasanya, Allah lah Tuhan segala pencipta sesuatu dan kuasanya bersifat mutlak. Dalam menanggapi permasalahan-permasalahan ideologi maka munculah dua aliran yang bertolak belakang ini, yakni Jabariyah dan Qadariyah. Golongan Jabariyah memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu takdir dan perbuatan berotoritas kepada Tuhan. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.Sedangkan golongan Qadariyah menekankan pada otoritas kehendak dan perbuatan kepada manusia. Mereka memandang bahwa manusia itu berkehendak dan melakukan perbuatannya secara bebas. Kedua aliran ini sangat bertolak belakang dan memiliki paham yang bertentangan. Sekalipun mereka berdasar dalil dan sama-sama berpegang pada Al- Qur’an. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa betapa Islam membuka kemungkinan perbedaann pendapatt dan paham. Wallahu a'lam bisshawwaab.
klaten, 19 November 2020, 18:35 WIB
Komentar
Posting Komentar