Langsung ke konten utama

Perkara Cinta, Nafsu, dan Benci

Mahabbah, Nafsu, dan Benci



          

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ـ ﺃُﺭَاﻩُ ﺭَﻓَﻌَﻪُ ـ ﻗَﺎﻝَ: «ﺃَﺣْﺒِﺐْ ﺣَﺒِﻴﺒَﻚَ ﻫﻮﻧﺎ ﻣَﺎ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺑَﻐِﻴﻀَﻚَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻣَﺎ، ﻭَﺃَﺑْﻐِﺾْ ﺑَﻐِﻴﻀَﻚَ ﻫَﻮْﻧًﺎ ﻣَﺎ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺣَﺒِﻴﺒَﻚَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻣَﺎ»


Dari Abu Hurairah secara marfu’: “Cintailah orang yang kau cinta dengan sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah kepada orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta” (HR Tirmidzi)

Sebenarnya apa definisi dari cinta? Apakah selama ini kita hanya sekedar nafsu belaka, dan bukan termasuk rasa cinta? Lantas bagaimana agar kita selalu menjaga cinta kita kepada sang Rabb?

Tanpa kita sadari, inilah problematika yang sering kita gandrungi oleh pemuda zaman milenial sekarang, ngakunya cinta, namun ternyata itu hanya rasa menggebu atau nafsu belaka. 

Cinta adalah rasa dimana kita ingin selalu melindungi, menyayangi, dan selalu menasihati dalam kebaikan, Cinta tidak pernah merusak, cinta itu membahagiakan dan mengasihi.

Lantas, seperti apa itu nafsu? Namun beda lagi dengan nafsu, jika nafsu hanyalah sebagai perusak saja, memberikan kebahagiaan yang manipulasi kemudian berakhir pada rasa kecewa. Tak hanya itu, pada hakikatnya nafsu hanya sebagai parasit, ia hanya ingin memanfaatkan kemudian menimbulkan kerugian.

Lantas bagaimana agar kita selalu menjaga cinta kita kepada Sang Rabb?  Singkat saja, Cinta kepada Sang Rabb itu tidak sembarang layaknya kita mencintai kekasih atau pacar. Cinta kepada Sang Rabb, esensinya kita mendahulukan atas segala sesuatu yang disenangi Sang Rabb, segalanya kita curahkan kepada Sang Rabb baik jiwa maupun raga, selalu menjaga ketaatan baik dalam keadaan sepi maupun ramai, hati kita selalu mengingat-Nya, lisan kita selalu mengucap asma-Nya.

ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ: «اﻟﻠﻬُﻢَّ ﻣُﺼَﺮِّﻑَ اﻟْﻘُﻠُﻮﺏِ ﺻَﺮِّﻑْ ﻗُﻠُﻮﺑَﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻃَﺎﻋَﺘِﻚَ»

Kemudian Rasulullah SAW berdoa: “Ya Allah yang maha menggerakkan hati. Gerakkan hati kami untuk beribadah kepada-Mu.” (HR Muslim)

Namun, hal yang perlu kita tekankan disini ialah, cintailah seseorang sewajarnya saja, barangkali esok kelak kau bisa saja membencinya, kemudian bencilah engkau sewajarnya, barangkali esok kelak kau mencintainya. 

Wallahu a'lam bisshowab.


    

                       Klaten, 16 Oktober 2020, 10:20 WIB



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Tentang Iman,Kufur,Syirik, dan Nifaq

Konsep tentang Iman, Kufur, Syirik, dan Nifaq Pada dasarnya, kita sebagai umat islam harus mempunyai dua dimensi yaitu berupa aqidah keyakinan dan sesuatu yang diamalkan atau amaliyah,karna sejatinya amal perbuatan tersebut merupakan sebuah implementasi. Keimanan dalam islam merupakan pondasi yang diatasnya berdiri syariat-syariat islam. Keimanan kepada Allah harus terus dipupuk agar semakin kokoh dan kuat, karena ketika iman kita goyah akan menyeret kita pada kekufuran.  Sedangkan Kekufuran apabila tertanam dalam jiwa kita akan menjerumuskan kepada perbuatan yang menyimpang yaitu syirik dan nifaq. Kufur dan nifaq termasuk salah satu yang membatalkan tauhid seseorang dan mengurangi kesempurnaan iman seseorang. Oleh karena itu, mari kita usik kembali mengenai iman, kufur, syirik, nifaq. Berikut penjelasannya 1. IMAN Kata iman secara bahasa berasal dari bahasa arab yang berarti percaya. Dalam Al-Quran kata iman selalu dikaitkan dengan perbuatan baik dan melaksanakan hukum islam,...

“PEMIKIRAN KALAM MUHAMMAD ABDUH DAN MUHAMMAD IQBAL”

  “PEMIKIRAN KALAM MUHAMMAD ABDUH DAN MUHAMMAD IQBAL” ilmu kalam adalah salah satu ilmu yang wajib kita pelajari sebagai pribadi muslim yang beriman. Pada dasarnya, ilmu kalam ini merupakan ilmu yang menjelaskan akan Tuhan yang kita sembah. Tidak hanya membahas mengenai ketuhanan saja, melainkan membahas seluruh ilmu yang terdapat dalam aspek kehidupan ini. Salah satu pelajaran yang khusus dalam adalah mempelajari masalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya, hal ini yang dapat memperkuat dan mempertahankan keyakinan kita terhadap Allah subhanahu wa ta’ala. Metode pemikiran ilmu kalam yang dipakai oleh Muhammaad Abduh dan Muhammad Iqbal yaitu tentang pendapat yang membahas ilmu ketuhanan karena hal ini mendasarkan pada ilmu kalam modern. Pemikiran-pemikiran ilmu kalam tentang ketuhanan memerlukan perngorbanan dalam mencapai ilmunya dan juga ketika kedua tokoh tersebut disaat menyebarluaskan pemikiran-pemikiran mengenai ketuhanan dalam dunia Islam. Ilmu tentang k...